Kamis, 25 Februari 2016

"KISAH INSPIRASI BUNGA MAWAR"

  • Kisah Inspirasi - Bunga Mawar

Suatu ketika, ada seseorang pemuda yang mempunyai sebuah bibit mawar. Ia ingin sekali menanam mawar itu di kebun belakang rumahnya. Pupuk dan sekop kecil telah disiapkan. Bergegas, disiapkannya pula pot kecil tempat mawar itu akan tumbuh berkembang. Dipilihnya pot yang terbaik, dan diletakkan pot itu di sudut yang cukup mendapat sinar matahari. Ia berharap, bibit ini dapat tumbuh dengan sempurna.
Disiraminya bibit mawar itu setiap hari. Dengan tekun, dirawatnya pohon itu. Tak lupa, jika ada rumput yang menganggu, segera disianginya agar terhindar dari kekurangan makanan. Beberapa waktu kemudian, mulailah tumbuh kuncup bunga itu. Kelopaknya tampak mulai merekah, walau warnanya belum terlihat sempurna. Pemuda ini pun senang, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Diselidikinya bunga itu dengan hati-hati. Ia tampak heran, sebab tumbuh pula duri-duri kecil yang menutupi tangkai-tangkainya. Ia menyesalkan mengapa duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya bunga yang indah ini. Tentu, duri-duri itu akan menganggu keindahan mawar-mawar miliknya.
Sang pemuda tampak bergumam dalam hati, “Mengapa dari bunga seindah ini, tumbuh banyak sekali duri yang tajam? Tentu hal ini akan menyulitkanku untuk merawatnya nanti. Setiap kali kurapihkan, selalu saja tanganku terluka. Selalu saja ada ada bagian dari kulitku yang tergores. Ah pekerjaan ini hanya membuatku sakit. Aku tak akan membiarkan tanganku berdarah karena duri-duri penganggu ini.”
Lama kelamaan, pemuda ini tampak enggan untuk memperhatikan mawar miliknya. Ia mulai tak peduli. Mawar itu tak pernah disirami lagi setiap pagi dan petang. Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu pertumbuhan mawar itu. Kelopaknya yang dahulu mulai merekah, kini tampak merona sayu. Daun-daun yang tumbuh di setiap tangkai pun mulai jatuh satu-persatu. Akhirnya, sebelum berkembang dengan sempurna, bunga itu pun meranggas dan layu.
Jiwa manusia, adalah juga seperti kisah tadi. Di dalam setiap jiwa, selalu ada ‘mawar’ yang tertanam. Tuhan yang menitipkannya kepada kita untuk dirawat. Tuhan lah yang meletakkan kemuliaan itu di setiap kalbu kita. Layaknya taman-taman berbunga, sesungguhnya di dalam jiwa kita, juga ada tunas mawar dan duri yang akan merekah.
Namun sayang, banyak dari kita yang hanya melihat “duri” yang tumbuh. Banyak dari kita yang hanya melihat sisi buruk dari kita yang akan berkembang. Kita sering menolak keberadaan kita sendiri. Kita kerap kecewa dengan diri kita dan tak mau menerimanya. Kita berpikir bahwa hanya hal-hal yang melukai yang akan tumbuh dari kita. Kita menolak untuk menyirami” hal-hal baik yang sebenarnya telah ada. Dan akhirnya, kita kembali kecewa, kita tak pernah memahami potensi yang kita miliki.
Banyak orang yang tak menyangka, mereka juga sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwa. Banyak orang yang tak menyadari, adanya mawar itu. Kita, kerap disibukkan dengan duri-duri kelemahan diri dan onak-onak kepesimisan dalam hati ini. Orang lain lah yang kadang harus menunjukannya.
Jika kita bisa menemukan “mawar-mawar” indah yang tumbuh dalam jiwa itu, kita akan dapat mengabaikan duri-duri yang muncul. Kita, akan terpacu untuk membuatnya akan membuatnya merekah, dan terus merekah hingga berpuluh-puluh tunas baru akan muncul. Pada setiap tunas itu, akan berbuah tunas-tunas kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan memenuhi taman-taman jiwa kita. Kenikmatan yang terindah adalah saat kita berhasil untuk menunjukkan diri kita tentang mawar-mawar itu, dan mengabaikan duri-duri yang muncul.
Semerbak harumnya akan menghiasi hari-hari kita. Aroma keindahan yang ditawarkannya, adalah layaknya ketenangan air telaga yang menenangkan keruwetan hati. Mari, kita temukan “mawar-mawar” ketenangan, kebahagiaan, kedamaian itu dalam jiwa-jiwa kita. Mungkin, ya, mungkin, kita akan juga berjumpa dengan onak dan duri, tapi janganlah itu membuat kita berputus asa. Mungkin, tangan-tangan kita akan tergores dan terluka, tapi janganlah itu membuat kita bersedih nestapa.
Biarkan mawar-mawar indah itu merekah dalam hatimu. Biarkan kelopaknya memancarkan cahaya kemuliaan-Nya. Biarkan tangkai-tangkainya memegang teguh harapan dan impianmu. Biarkan putik-putik yang dikandungnya menjadi bibit dan benih kebahagiaan baru bagimu. Sebarkan tunas-tunas itu kepada setiap orang yang kita temui, dan biarkan mereka juga menemukan keindahan mawar-mawar lain dalam jiwa mereka. Sampaikan salam-salam itu, agar kita dapat menuai bibit-bibit mawar cinta itu kepada setiap orang, dan menumbuh-kembangkannya di dalam taman-taman hati kita.

Rabu, 24 Februari 2016

"TEKNIK PEMBENIHAN DAN PENANGANAN LARVA UDANG WINDU." (PENAEUS MONODON)

I.          PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Benih adalah salah satu sarana vital dalam pengembangan sistem usaha perikanan budidaya. Sistem pengadaan, distribusi maupum mutu benih seringkali dituduh sebagai penyebab utama kegagalan usaha budidaya. Adanya ketersediaan induk dan benih udang yang semakin menipis di alam bebas menyebabkan semakin menurunnya produksi udang hasil tangkapan, sehingga produksi udang hasil budidaya perlu ditingkatkan.
Telah disadari bahwa peningkatan produksi udang melalui budidaya tersebut hanya mungkin dapat dicapai bila suplay faktor-faktor produksi, khususnya benih udang dapat terjamin sepenuhnya. Pengembangan teknik-teknik pembenihan udang harus terus dilakukan untuk menunjang kegiatan budidaya atau pembesaran udang ini. Diantara jenis-jenis komoditas udang laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah udang windu (Penaeus monodon Fab). Udang windu ini telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pendapatan devisa Negara, khususnya pada sektor perikanan melalui kegiatan ekspor produk udang ke luar negeri.
Untuk menunjang usaha budidaya, yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan balai-balai pembenihan (hatchery) udang windu.Keberhasilan usaha pembenihan udang windu merupakan langkah awal dalam sistem mata rantai budidaya. Keberhasilan pembenihan tersebut pada akhirnya akan mendukung usaha penyediaan benih udang windu yang berkualitas.
 Produksi dapat menguntungkan dari suatu budidaya perikanan, salah satunya budidaya udang windu sangat sulit dikembangkan dengan baik, karena berbagai faktor dan kegagalan dalam pembenihan udang windu, disebabkan beberapa faktor salah satu diantaranya adalah rendahnya kualitas telur induk udang windu atau nauplius. Kualitas telur atau nauplius berhubungan dengan angka kematian atau pertumbuhan larva.
B.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari Kegiatan Praktek Kerja Lapangan di UPTD.Balai Benih Sentral Air Payau Dan Air Laut Manggar Balikpapan ini adalah untuk mengetahui :
1.      Mengetahui teknik penanganan larva udang windu.
2.      Mengetahui cara, jenis dan dosis pemberian pakan pada larva udang windu.
3.      Mengetahui penanganan kualitas air serta pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit pada larva udang windu.
Adapun manfaat dari praktek kerja lapang (PKL) ini adalah :
1.      Menambah pengalaman PKL di lapangan.
2.      Menambah wawasan dan pengetahuan melalui penerapan teori dan praktek lapangan dalam penanganan larva udang windu.
3.      Menjadi bahan bacaan dan informasi dalam tekhnik penanganan larva udang windu  bagi kalangan akademisi dan masyarakat pada umumnya.


II.                TINJAUAN PUSTAKA

A.    Biologi Udang Windu
Udang windu (Penaeus monodon Fab) dalam bahasa daerah udang ini dinamakan sebagai udang ekspor, udang pacet, udang bago, udang lotong, udang liling, udang baratan, udang palapas, udang tapus dan udang wewedi. Namum dipasaran atau dalam dunia perdagangan udang ini biasa dikenal dengan nama “ Tiger Prawn” atau terkadang juga dikenal dengan nama “ Jumbo Tiger Prawn”. Udang windu dewasa yang hidup di laut biasa berwarna merah cerah kekuning-kuningan dengan sabuk-sabuk melintang dibadannya. Kaki renang berwarna merah agak pucat pada udang muda dan pada udang dewasa berwarna merah cerah. Udang windu memiliki kulit yang keras dan terdapat titik-titik hijau ditubuhnya.
            Udang windu biasanya hidup di perairan pantai yang berlumpur atau berpasir. Udang ini banyak terdapat diperairan laut antara Afrika Selatan dan Jepang, dan juga ada di antara Pakistan Barat sampai Australia bagian utara.
Apabila ditinjau dari daya tahannya terhadap pengaruh lingkungan, udang windu ini juga salah satu udang yang paling unggul, walaupun menempati posisi ke dua setelah udang werus. Dengan daya tahan tubuhnya yang tinggi terhadap pengaruh lingkungan memungkinkan kita untuk memlihara udang windu ini dalam waktu yang cukup (5-6 bulan) untuk dapat mencapai ukuran yang besar (King Size)yaitu antara 80 - 100 gram/ekor. Disamping daya tahan yang tinggi pada saat pemeliharaan, benih udang windu juga cukup tahan selama dalam penampungan dan pengangkutan.
Udang windu bersifat noktural yaitu binatang yang aktif mencari makan pada malam hari. Dan pada siang hari udang windu ini biasanya lebih suka menempel pada suatu benda atau membenamkan tubuhnya pada lumpur disekitar tambak. Sedangkan sifat lain dari udang windu adalah sifat kanibal, yaitu suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat kanibal ini biasanya mucul pada udang-udang yang sehat dan tidak sedang dalam keadaan molting atau ganti kulit dan sifat kanibal ini akan sangat nampak apabila udang kekurangan pakan. Sedangkan mangsanya bisanya udang yang pada saat itu sedang ganti kulit. Sifat kanibal pada udang biasanya muncul pada saat masih pada tingkatan mysis.

Gambar 1. Daur hidup udang windu (Penaeus Monodon Fab.)












B.     Klasifikasi Udang Windu
Klasifikasi Udang Windu adalah sebagai berikut:
Kingdom     : Animalia
Phyllum       : Arthropoda
Class            : Malacostraca
Ordo            : Decapoda
Family          : Panaeidae
Genus          : Penaeus
Species         : Penaeus monodon Fabricus

C.    Morfologi Udang Windu
Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (Penaeus monodon Fab.) terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada (kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang terdapat ekor di bagian belakangnya. Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, Sedangkan bagian perut terdiri atas segmen dan 1 telson. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula.
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang kepala (karapas) yang ujungnya meruncing disebut rostrum. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak. Penaeus monodon memiliki karakteristik kultur yang unggul. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100 udang/m²). Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut, Penaeus monodon tumbuh dengan lambat yaitu sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat dari pada udang jantan.
Penaeus monodon memiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah. Rasa udang dapat dipengaruhi oleh tingkat asam amino bebas yang tinggi dalam ototnya sehingga menghasilkan rasa lebih manis. Selama proses post-panen, hanya air dengan salinitas tinggi yang dipakai untuk mempertahankan rasa manis alami udang tersebut. Temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan udang. Penaeus monodon akan mati jika berada dalam air dengan suhu dibawah 15oC atau diatas 33oC selama 24 jam atau lebih. Stres subletal dapat terjadi pada 15-22oC dan30-33oC. Temperatur yang cocok bagi pertumbuhan Penaeus monodon adalah 23-30oC. Pengaruh temperatur pada pertumbuhan udang windu spesifitas tahap dan ukuran. Udang muda dapat tumbuh dengan baik dalam air dengan temperatur hangat, tapi semakin besar udang tersebut, maka temperatur optimum air akan menurun.
Di bagian kepala sampai dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang berpasang-pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang adalah sungut kecil (antennula), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat-alat pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Di bagian perut terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus).
Alat kelamin jantan disebut petasma yang terdapat pada pangkal periopoda kelima, sedangkan alat kelamin betina disebut thelicum yang terdapat pada pangkal periopoda ketiga.


Add caption





Gambar 2. Morfologi udang windu (Penaeus monodon
Keterangan gambar: 1. Cangkang kepala; 2. Cucuk kepala; 3. Mata; 4. Sungut kecil (antennules); 5. Kepet kepala (sisik sungut); 6. Sungut; 7. Alat-alat pembantu rahang (maxilliped); 8. Kaki jalan (pereiopoda, 5 pasang); 9. Kaki renang (pleopoda , 5 pasang); 10. Ekor kipas (uropoda); 11. Ujung ekor (telson).













D.    Perkembangan dan Pertumbuhan Larva Udang Windu
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, larva udang windu mengalami beberapa perubahan bentuk dan pergantian kulit. Secara umum pergantian kulit larva dimulai dari menetas sampai menjadi postlarva (PL) yang siap untuk ditebar dalam tambak. Ada empat fase larva udang windu yang perlu diketahui yaitu : Fase Nauplius, Zoea, Mysis dan postlarva.
Setelah telur menetas, larva udang windu mengalami perubahan bentuk beberapa kali seperti berikut ini.
1.      Periodenauplius atau periode pertama larva udang. Periode ini dijalani selama 46-50 jam dan larva mengalami enam kali pergantian kulit.
2.      PeriodeZ oea atau periode kedua. Periode ini memerlukan waktu sekitar 96-120 jam dan pada saat itu larva mengalami tiga kali pergantian kulit.
3.      Periodem ysis atau periode ketiga. Periode ini memerlukan waktu 96-120 jam dan larva mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali.
4.      Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub-stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang lebih menyukai perairan payau dengan salinitas 25-35 ppt.
5.      Periode juvenil atau periode kelima. Juvenil merupakan udang muda yang
menyukai perairan dengan salinitas 20-25 ppt.
6.      Periode udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode juvenil hingga udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang gonad, udang dewasa akan kembali ke laut dalam untuk melakukan pemijahan. Udang dewasa menyukai perairan payau dengan salinitas 15-20 ppt.
Gambar 3. Perkembangan stadia larva udang windu.






III.              METODELOGI

A.    Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan selama 30 hari terhitung mulai tanggal 20 Maret 2010 sampai dengan 01 Desember 2010. Adapun tempat kegiatan ini berlangsung di UPTD.Balai Benih Sentral Air Payau Dan Air Laut Manggar Balikpapan Dinas Kelautan Dan Perikanan Prov.Kaltim.

B.     Prosedur Kerja
Adapun prosedur Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang saya rencanakan yaitu :
1.      Mengikuti seluruh kegiatan yang ada di UPTD BB.SAPAL Manggar Balikpapan.
2.      Mencatat, mengamati, serta mendokumentasikan semua kegiatan penanganan larva udang windu, mulai dari stadia zoea, mysis dan post larva.
3.      Wawancara dengan teknisi setempat.

C.    Alat dan Bahan
1.      Alat
a.       Ember
b.      Gayung
c.       Seser (tangguk)
d.      Gelas ukur (bekker)
e.       Kantong plastic
f.       Tabung oksigen
g.      Alat pengukur kualitas air
h.      Instalasi aerasi
i.        Instalasi saluran air

2.      Bahan
a.       Air laut
b.      Air tawar
c.       Induk udang windu
d.      Pakan, Vitamin dan obat2an
e.       Bahan-bahan pengukur kualitas air
             
             
Gambar 4. Alat dan bahan



IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Keadaan Lokasi Pembenihan Udang Windu
Keadaan Lokasi pembenihan udang windu di UPTD.BB.SAPAL Manggar, yang terletak di daerah
Balikpapan adalah sebagai berikut:
1.      Lokasinya tersebut berada di dekat pinggiran pantai.
2.      Pinggiran pantai tidak terdapat pohon mangrove dan pohon kelapa dekat dengan laut.
3.      Mudah dijangkau oleh transportasi darat atau laut.
4.      Jauh dari lokasi pertambangan dan pabrik tapi dekat dengan beberapa perusahaan.
5.      Tidak berada dekat dengan sungai atau limbah penduduk.
6.      Tidak jauh dari tempat pemasaran larva dari daerah pertambakan.
Adapun fasilitas-fasilitas yang ada pada UPTD.BB.SAPAL.Manggar adalah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Fasilitas yang ada di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan
Fasilitas
Jumlah
Ukuran
Bak Induk
4 Bak
13 m3
Bak Larva
27 Bak
26,3 m3
Bak Plankton
6 Bak
12,8 m3
Bak Tandon Air Laut
2 Bak
62 m3
Bak Filterisasi (Tower)
2 Bak
21,5 m3
Bak Treatmen
2 Bak
33,7 m3
Mesin Pompa Listrik
3 unit
_
Mesin Pompa Diesel
2 unit
_
Mesin Blower
1 unit
_
Mesin Genset
1 unit
_

B.     Persiapan Awal
Sebelum melakukan proses pembenihan atau pembelian induk udang windu, terlebih dahulu segala sarana pembenihan yang akan digunakan harus dipersiapkan seperti :
a.       Pembersihan Bak
Langkah awal yang harus dilakukan sebelum memulai suatu produksi adalah membersihkan atau mencuci semua bak yang telah di gunakan pada produksi sebelumnya, Adapun bak-bak yang harus di persiapkan dan dibersihkan terlebih dahulu adalah sebagai berikut :
·         Bak tandon air laut
·         Bak pemeliharaan larva
·         Bak penampungan induk
Bak harus dibersihkan dari segala kotoran baik bakteri atau jamur yang masih melekat pada bak, bak harus dibersihkan dengan menggunakan detergen dan kaporit, bahan-bahan organic seperti amoniak yang masih tersisa akan mengganggu kehidupan dan biasa mematikan larva, selain itu mikro organisme (jasad-jasad renik) yang masih menempel yang belum mati akan menimbulkan suatu penyakit. Oleh karena itu pembersihan media pembenihan harus terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
b.      Penyedotan Air Laut
Penyedotan atau pemompaan air laut dilakukan pada saat air laut pasang, pompa penyedotan air laut di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan dengan menggunakan sumber tenaga mesin diesel, serta pipa paralon yang berdiameter 4 inch sepanjang ± 600 m, dan pada ujung pipa paralon tersebut di beri kurungan kotak yang terbuat dari papan serta dilapisi saringan halus, guna untuk menyaring kotoran secara langsung dari laut. Hasil dari proses penyedotan air laut tersebut ditampung pada bak tandon air laut dan diaerasi ± 12 jam.




c.       Proses Filterisasi Air Laut
Air laut yang telah di tampung ke bak tandon selama ± 24 jam, kemudian dipompa ke bak filter guna air laut tersebut bebas dari bibit ikan dan jasad renik yang masih ada didalam air laut yang ditampung di bak tandon.
Di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan dilakukan 2x proses filterisasi. Pada setiap bak filter  terdapat 4 buah sekat untuk proses penyaringan air laut, Bahan yang digunakan pada setiap sekatnya untuk penyaringan air laut dari tandon adalah:
·         Papan
Papan terletak pada bagian paling bawah, berfungsi sebagai penyangga bahan-bahan filterisasi yang lain. Papan ini memiliki ketebalan 6 cm dan diberi lobang-lobang kecil sebagai tempat keluar masuknya air pada saat proses filterisasi.
·         Saringan halus
Saringan halus ini digunakan sebagai pemisah antara bahan filterisasi yang satu dengan yang lainnya
·         Pasir (Sand Filter)
Pasir adalah lapisan teratas yang digunakan untuk bahan dari proses filterisasi. Ketebalan dari pasir ini adalah 12 cm.
·         Arang
Arang berfungsi untuk mengikat kandungan logam berat dalam air. Pada proses filterisasi Arang diletakkan di bawah pasir setelah dipisahkan oleh saringan halus. Ketebalan dari arang ini adalah 12 cm.
Hasil akhir dari proses filterisasi tersebut di tamping pada suatu bak yang dinamakan dengan bak treatmen.
        
Gambar 5. Bak Filterisasi ( Tower ).

d.      Proses Treatmen
Sebelum digunakan untuk beroprasi, media air laut hasil dari proses filterisasi perlu di treatmen atau dinetralkan terlebih dahulu. Di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan terdapat 2 bak yang khusus digunakan untuk proses treatmen air laut sebelum digunakan ke media bak larva. Proses treatmen menggunakan kaporit 15-30 ppm. Tujan dari pemberian kaporit ini adalah untuk membunuh kuman atau mikro organism yang berbahaya serta untuk menjernihkan air laut. Jumlah pemberian kaporit ini adalah 500 gram per 33,7 ton air laut. Setelah pemberian kaporit tersebut, air diaerasi selama 24 jam kemudian dinetralkan menggunakan tiosulfat 1/5 dari jumlah kaporit yang diberikan, Lalu air laut tersebut dites  dengan chlorine tes, Untuk mengetahui apakah air tersebut sudah benar-benar netral dari kaporit. Cara untuk menggunakan chlorine tes ini adalah dengan cara pengambilan sampel air yang akan di tes sebanyak 10-15 ml, lalu teteskan chlorine tes sebanyak 1-2 tetes. Apabila air sampel tersebut bening maka air tersebut siap dipakai, namun apabila air tersebut berwarna kuning kemerah merahan maka air harus ditambahkan thiosulfat lagi  secukupnya sampai air tersebut netral. satu jam kemudian dari proses tersebut air diendapkan dengan EDTA 10 ppm dengan tujuan untuk mengikat logam berat. Setelah proses tersebut air laut siap ditampung pada bak larva atau bak induk.
C.    Penanganan Induk, Telur dan Nauplius 
      Untuk kualitas induk udang windu yang terbaik adalah induk udang windu yang ditangkap di laut, selain dapat dihandalkan produktivitasnya, kualitas benur yang dihasilkan juga sangat prima. Begitu pula Induk udang windu di CV. Windu Amal Mandiri adalah induk dari alam yang telah matang telur atau MT 2 dan MT 3 yang diperoleh dari para nelayan secara langsung. Induk yang tiba dilokasi diseleksi satu per satu untuk mengetahui tingkat kematangan gonadnya. Induk tersebut tidak lagi memerlukan induk jantan untuk melakukan proses perkawinan, karena telah di lakukan di alam sebelumnya. Untuk mengetahui induk yang telah matang telur dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Tingkat kematangan gonad Induk udang windu
TKG
Bentuk

Tingkat I
Ovari terlihat masih kecil

Tingkat II
Garis ovari sudah mulai nampak menebal dan nampak jelas.

Tingkat III
Ovari semakin menebal dan samping kiri dan kanan terbentuk seperti bulan sabit.

Tingkat IV
Warna transparan menandakan ovari sudah kosong (telur sudah lepas)

Sebelum dimasukkan kedalam bak induk untuk proses penetasan, induk udang windu yang telah diseleksi tersebut di tampung pada bak fiber guna untuk proses adaptasi selama ± 8 jam. Setelah itu induk udang windu dipindahkan kedalam bak penetasan induk, Setelah ± 12 jam Induk udang windu di angkat dari bak penetasan satu per satu karena induk tersebut telah mengalami penetasan.
Telur hasil dari penetasan induk udang windu tersebut di diamkan ± 12 jam, selama proses ini dilakukan pengadukan telur setiap 1 jam, agar telur-telur yang mengendap di dasar bak dapat mengapung di permukaan air dan membantu perangsangan dalam penetasan telur. Setelah telur menetas dilakukan pemanenan pada stadia naupli 4-5, pemanenan menggunakan kelambu panen berukuran 200 mikron.
Hasil dari pemanenan nauplius tersebut dikumpulkan pada suatu wadah dengan volume air 50 liter, kemudian dilakukan perhitungan guna untuk proses pembagian naupli yang merata ke bak-bak penampungan larva. Pengmbilan sampel pada wadah penampungan hasil panen naupli tersebut dengan menggunakan pipet sebanyak 10 cc ( 0,01 Liter) pada setiap wadahnya, Perhitungan menggunakan rumus :

Jumlah Naupli =   Volume air      .  Jumlah naupli sampel
                        Volume sampel












Untuk lebih jelasnya lagi Hasil perhitungan naupli yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 3. Perhitungan jumlah nauplius.

No. Bak Induk
Volume air dalam Bak (Liter)
Volume Gelas Sampel
(Liter)
Jumlah pengambilan Sampel Naupli dalam pipet
Jumlah Keseluruhan Naupli dalam Bak


Keterangan

1

50

0,01

2625

13125000
Dibagi menjadi 6 bak

2

50

0,01

3564

17820000
Dibagi menjadi 8 bak

3

50

0,01

2554

12770000
Dibagi menjadi 6 bak

4

50

0,01

2134

10670000
Dibagi menjadi 5 bak






D.    Pemeliharaan Larva Udang Windu
1.      Persiapan Bak Larva
Persiapan wadah pemeliharaan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam usaha pembenihan udang windu. Bak yang akan digunakan untuk kegiatan pembenihan di keringkan terlebih dahulu selama beberapa hari baru kemudian di bersihkan untuk membuang kotoran serta lumut yang menempel pada bak, serta di lakukan juga sterilisasi untuk membuang kandungan asam yang terlalu tinggi karena bak yang telah lama tidak beropersi. Kegiatan sterilisasi dilakukan dengan menggunakan kaporit dengan dosis 500 - 100 ppm, yang telah dilarutkan ke dalam ± 15 liter air lalu disiramkan secara merata ke dinding-dinding atau dasar bak. Untuk menghilangkan kotoran serta lumut yang menempel pada dinding bak dilakukan dengan cara menggosok dinding bak dengan menggunakan sikat, setelah itu disiram dengan air tawar dan kemudian bak dikeringkan selama ± 2 – 3 hari.
Setalah dibersihkan dan dilakukan sterilisasi, selanjutnya dipasang peralatan pendukung seperti heater, jaringan aerasi (pipa, selang, dan batu aerasi), dan terpal untuk menutup bagian atas bak pemeliharaan nauplius. Pengisian air dilakukan setelah bak telah bersih dan semua peralatan pendukung terpasang. Pengisian air dilakukan sampai ketinggian mencapai 70 – 80 cm, yang sebelumnya air laut tersebut telah disaring terlebih dahulu dengan menggunakan kain satin (filter back) yang di ikatkan pada ujung pipa pemasukan air.

2.      Pengolahan Kualitas Air
Pemantauan kualitas air seperti suhu dan salinitas dilakukan tiap pagi (jam 08.00)dan sore hari (jam 16.00). Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer yang diletakan didalam air dibak, sedangkan pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer yang harus dikalibrasi atau dibersihkan dengan aquades sampai menunjukan angka 0ppt.
Pengukuran dilakukan dengan meneteskan 1-2 tetes air bak yang akan di ukur, kemudian tutup kembali dengan penutupnya dan terakhir refraktometer dihadapkan kearah datangnya cahaya untuk dapat melihat hasilnya (angka salinitas ditunjukan oleh garis pembatas warna biru).
Pada awal tebar suhu pada air pemeliharaan adalah 29-31 oC, setelah benih udang mencapai stadia zoea suhu air dinaikan yaitu 30-33 oC, karena suhu < 29 oC napsu makan menjadi menurun atau proses metabolisme rendah. Untuk mempertahankan suhu pada air media digunakan Heater 100 watt dan bak ditutup dengan menggunakan terpal untuk menjaga suhu agar tetap stabil dan untuk mencegah masuknya air hujan yang asam, serta menjaga fitoplankton agar tidak blooming. Penutup/terpal dibuka setengahnya pada pagi hari jam 07.00-10.00 agar sinar matahari dapat masuk. Untuk menjaga salinitas agar tetap stabil pergantian air harus dilakukan secara teratur dan kondisi salinitas tetap dipertahankan pada kisaran 25-29 ppt. Penyiponan dilakukan apabila pada dasar bak banyak terdapat kotoran yang biasanya disebabkan oleh endapan sisa pakan. Penyiponan dilakukan dengan menggunakan selang dan dilakukan secara berlahan-lahan agar kotoran tidak teraduk ke atas.
Berikut adalah table hasil pengukuran suhu, salinitas dan pH di CV. Windu Amal Mandiri.
Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air.
Tempat (Bak)
Pagi (08.00)
Sore (16.00)


pH
Salinitas
Suhu
pH
Salinitas
Suhu
Air Laut
8,1
27
_
7,80
27
_
Bak Tandon
8,2
27
_
7,92
27
_
Bak Tower
7,92
28
_
7,98
29
_

Bak Treatmen
8,05
28
28-30oC
8,01
29
28-30oC

Bak Zoea
7,87
28
29-31 oC
7,97
29
29-31 oC

Bak Mysis
7,91
29
30-33 oC
8,0
28
30-33 oC

Postlarva
8,01
30
29-31 oC
7,05
29
29-31 oC

3.      Pemberian Pakan
Setiap tekhnisi memiliki cara yang berbeda beda dalam mengatur waktu pemberian pakan larva udang windu. Berikut adalah jadwal pemberian pakan yang dilakukan di UPTD.BB.SAPAL Manggar :
Tabel 5. Jadwal pemberian Pakan
Pakan Buatan
Pakan Alami
Obat – Obatan (Antibiotik)
06.00
09.00
09.00
12.00
15.00
_
18.00
20.00
_
22.00
24.00
_
02.00
_
_

            Pada stadia awal larva udang windu yaitu stadia nauplius, tidak diberi pakan karena pada stadia ini larva masih memiliki kuning telur yang melekat pada tubuhnya sebagai pakan. Pada saat stadia zoea, mysis dan postlarva, larva diberi pakan tambahan yaitu pakan alami dan pakan buatan. Berikut disajikan dalam bentuk table jenis, dosis pemberian pakan larva udang windu di hatchery UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan.

Gambar 6. Pemberian pakan larva udang windu.
Tabel 6. Komposisi pakan alami dan pakan buatan
                                  Stadia
Jenis Pakan
Pakan Buatan
Dosis (Konsentrasi)
Pakan Alami
Dosis (Konsentrasi)

Nauplius

_
_
_
_

Zoea 1

·    Frippak #1 Car
·    Seastar Spirulina

½ ppm
Skeletonema
costatum

½ kantong

Zoea 2 – Zoea 3

·  Rotemia
·  P. Japonicus no.0
·  Micromac 30

1 ppm
Skeletonema
costatum

1 kantong

Mysis 1 – Mysis 3

·  Rotemia
·  P. Japonicus no.0
·  Micromac 30
·  CD 2

1-2 ppm
Skeletonema
costatum

½ kantong

PL 1 – PL jual
·  Frippak PL
·  Micromac 70
·  Rotofier
·  P. Japonicus no.1

1-2 ppm

Artemia

1 liter

            Pada masa stadia Zoea – Mysis pemberian pakan alami berupa (Skeletonema Costatum) dan pada stadia postlarva pemberian pakan alami diganti dengan artemia. Pemberian pakan alami dan buatan ini dilakukan dengan cara penebaran secara merata kedalam bak larva agar tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan. Syarat yang mutlak untuk terpenuhinya pakan yang baik adalah penebaran secara merata, dalam arti dapat diusahakan agar satu individu udang memperoleh bagian pakan yang sama dengan individu lainnya, sehingga diharapkan dengan pemberian pakan merata pertumbuhannya akan seragam.
Untuk pemberian pakan buatan terlebih dahulu ditakar sesuai dengan kebutuhan larva, kemudian dimasukkan pada kantong pakan yang sesuai ukuran lalu diikat, setelah itu pakan buatan dilarutkan kedalam air yang berisikan ± 5 liter air dengan cara digosok-gosokkan kedalam air tersebut agar benar-benar larut dan mudah dicerna oleh larva.


























4. Perlakuan Pada Larva Udang Windu
            Perlkuan setiap stadia larva udang windu di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan dapat dilihat pada table 7 berikut :
Tabel 7. Perlakuan setiap stadia larva udang windu
Stadia
Volume bak
Ketinggian air dalam bak (Cm)
Pemindahan larva ke bak
baru/pemeliharaan
Penutupan bak (Terpal)
Nauplius
I

13 m3
140
Tidak dilakukan
Tertutup
II
140
Tidak dilakukan
Tertutup
III
140
Tidak dilakukan
Tertutup
IV
140
Tidak dilakukan
Tertutup
V




26,3 m3
90
Dilakukan/Panen
Tertutup
VI
90
Tidak dilakukan
Tertutup
Zoea
I
90
Tidak dilakukan
Tertutup
II
90
Tidak dilakukan
Tertutup
III
90
Tidak dilakukan
Tertutup
Mysis
I
100
Tidak dilakukan
Tertutup
II
100
Tidak dilakukan
Tertutup
III
100
Tidak dilakukan
Tertutup
PL
I-IV
120
Tidak dilakukan
Tertutup
V-Panen
26,3 m3
120
Dilakukan pada saat PL5
Terbuka


            Pada stadia larva PL5 dilakukan pemindahan larva ke bak penampungan baru dengan cara melakukan pemanenan. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan perhitungan SR, larva mengalami penyusutan lebih dari 50%. Selain itu proses pemanenan juga bertujuan untuk memperbaiki kualitas air di dalam bak pemeliharaan larva, dimana pada bak sebelumnya terdapat banyak kotoran dan sisa-sisa makanan yang mengendap didasar bak. Hasil dari proses pemanenan larva PL5 dipindahkan ke bak penampungan larva yang baru sampai PLjual.
            Untuk penutupan bak dilakukan dengan menggunakan terpal. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan suhu yang ada didalam bak.

5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pencegahan penyakit juga dilakukan pada larva udang windu dengan cara memberikan obat-obatan, pemberian anti biotic ini bertujuan untuk mebunuh virus/bakteri yang ada pada bak pemeliharaan larva. Untuk lebih jelasnya pemberian obat-obatan di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan berikut disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 8. Jenis dan Dosis pemberian obat-obatan
Stadia
Antibiotik
Konsentrasi
Nauplius 6
Elbazine
1 ppm
Zoea 1
OTC
2 ppm
Mysis 1
OTC
2 ppm
Mysis 3
Erytromycne
1 ppm
PL 3
Erytromycne, Treflan
1 ppm

Untuk jadwal pemberian obat-obatan ini tidak ditentukan secara pasti, karena melihat kondisi dari larva udang windu tersebut. Apabila kondisi larva udang windu baik, maka tidak perlu diberikan obat-obatan.


E.     Perhitungan SR (Kelangsungan Hidup Hewan Uji) Setiap Stadia.
Kelangsungan hidup larva udang windu di CV. Windu Amal mandiri diamati setiap hari selama kurang lebih satu bulan. Perhitungan SR menggunakan rumus :
SR (%) = Nt / No x 100

Dimana:
            SR = Kelangsungan Hidup hewan uji.
Nt  = Jumlah yang hidup sampai akhir penelitian.
No = Jumlah yang hidup awal penelitian.
Metode pengambilan sampel dan perhitungan larva udang windu pada setiap stadia awal dan stadia akhir sebagai berikut :
1.      Stadia Zoea dihitung mulai dari stadia awal yaitu Zoea 1  dan akhir dari stadia Zoea 3 dengan cara pengambilan sampel disetiap sudut bak larva sebanyak empat kali dengan menggunakan gelas ukur ( baker) sebanyak 500 cc. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 16.00 dan menutup kran aerasi sebelum pengambilan sampel dilakukan.
2.      Stadia Mysis dihitung mulai dari stadia awal yaitu Mysis 1`dan akhir stadia Mysis 3. dengan cara pengambilan sampel disetiap sudut bak larva sebanyak empat kali dengan menggunakan gelas ukur ( baker) sebanyak 500 cc. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 16.00 dan menutup kran aerasi sebelum pengambilan sampel dilakukan.
3.      Stadia Post Larva dihitung empat kali pada bak yang berbeda. mulai dari stadia awal (PL 1) dan PL 5. Dan dilakukan perhitungan untuk stadia PL 6 dan PL panen di bak yang baru setelah proses pemindahan, cara perhitungan sama dengan cara sebelumnya yaitu dengan cara pengambilan sampel disetiap sudut bak larva sebanyak empat kali dengan menggunakan gelas ukur ( baker) sebanyak 500 cc. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 16.00 dan menutup kran aerasi sebelum pengambilan sampel dilakukan.

4.      Perhitungan setiap stadia menggunakan rumus sebagai berikut :

 Jumlah Larva =   Volume air      .  Jumlah Larva sampel
                          Volume sampel


            
Gambar 7. Pengambilan sampel larva udang windu.













Untuk lebih jelasnya Berikut adalah table hasil perhitungan larva udang windu yang telah dilakukan di UPTD.BB.SAPAL Mangar Balikpapan :
Tabel 9. Hasil perhitungan awal dan akhir stadia larva udang windu.

Stadia

No. Bak
Volume air dalam Bak (Liter)
Volume Gelas Sampel
 (Liter)
Jumlah Larva dalam Gelas (ekor)
Jumlah Larva dalam Bak (ekor)
Rata-rata Jumlah Larva Keseluruhan

Zoea 1
1 A
14787
0,5
81
2395494

2011037
1 A
14787
0,5
68
2011032
1 A
14787
0,5
53
1567442
1 A
14787
0,5
70
2070180

Zoea 3
1 A
14787
0,5
48
1419552

1360404
1 A
14787
0,5
56
1656144
1 A
14787
0,5
33
975942
1 A
14787
0,5
47
1389978

Mysis 1
1 A
16430
0,5
30
985800

1067950
1 A
16430
0,5
37
1215820
1 A
16430
0,5
41
1347260
1 A
16430
0,5
22
722920

Mysis 3
1 A
16430
0,5
17
558620

763870
1 A
16430
0,5
25
821500
1 A
16430
0,5
31
1018660
1 A
16430
0,5
20
657200

PL 1
1 A
19716
0,5
13
512616

591480
1 A
19716
0,5
20
788640
1 A
19716
0,5
9
354888
1 A
19716
0,5
18
709776

PL 5
1 A
19716
0,5
21
828072

483042
1 A
19716
0,5
8
315456
1 A
19716
0,5
11
433752
1 A
19716
0,5
9
354888

PL 6

7 A
19716
0,5
34
1340688

1301256

7 A
19716
0,5
27
1064664
7 A
19716
0,5
41
1616712
7 A
19716
0,5
30
1182960

PL Jual
7 A
19716
0,5
25
985800

1025230
7 A
19716
0,5
30
1182960
7 A
19716
0,5
17
670344
7 A
19716
0,5
32
1261824
Hasil perhitungan dari tabel 7 diatas adalah merupakan hasil dari perhitungan pada bak no. 1A di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan. Untuk mengetahui persentase kelangsungan hidup setiap stadia larva udang windu, mulai dari stadia zoea, mysis, dan postlarva di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:
SR (%) = Nt / No x 100

Dimana:
            SR = Kelangsungan Hidup hewan uji.
Nt  = Jumlah yang hidup sampai akhir penelitian.
No = Jumlah yang hidup awal penelitian.
Perhitungan jumlah persentase setiap stadia dilakukan sebanyak 4 fase, dimana:
  • Fase I adalah jumlah persentase antara stadia Nauplius 6 – Zoea 1
  • Fase II adalah jumlah persentase antara stadia Zoea 3 – Mysis 1
  • Fase III adalah jumlah persentase antara stadia Mysis 3 – PL1
  • Fase IV adalah jumlah persentase antara stadia PL1 – PL6
dapat dilihat pada table 8 berikut:
Tabel 10. Perhitungan Kelangsungan Hidup Setiap Stadia Larva (SR)


Fase
Perhitungan akhir stadia Larva (Nt)
Perhitungan awal stadia Larva (No)

X
100
Hasil perhitungan kelangsungan hidup setiap stadia larva (SR)%
Fase I
N6 – Z1
2011037
2187500
100
91,9%
Fase II
Z3 – M1
1067950
1360404
100
78,5%
Fase III
M3 – PL1
591480
763870
100
77,4%
Fase IV
PL1 – PL5
483042
591480
100
81,6%

Untuk perhitungan SR pada bak no.1A di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan hanya dapat dilakukan sampai pada stadia PL5. Karena pada saat stadia PL5 tersebut akan dilakukan pemanenan untuk dipindahkan ke bak pemeliharaan larva yang baru. Pemanenan larva udang windu pada stadia PL5 tersebut dilakukan karena telah terjadi penyusutan larva serta terdapat banyak pengendapan kotoran dan sisa-sisa makanan. Maka dari itu larva harus dipindahkan ke bak pemeliharaan yang baru.
Pada bak pemeliharaan baru yang telah disiapkan, hasil dari pemanenan larva stadia PL5 pada setiap bak Digabungkan dan dibagi secara merata ke bak penampungan yang baru tersebut. Perkiraan dari pembagian tersebut adalah 2-3 bak dari hasil pemanenan digabungkan ke satu bak penampungan yang baru.

Berikut adalah Tabel 8 Hasil perhitungan SR pada bak penampungan baru (Bak no. 7) di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan :

Tabel 11. Hasil perhitungan SR pada bak penampungan larva pertama dan kedua.

Stadia Larva
Perhitungan Akhir Stadia Larva
Perhitungan Awal Stadia Larva
X
100

SR %
Nauplius6-PL5
2187500
483042
100
22%
PL6 - PLJual
1025230
1301256
100
78,8%







  1. KESIMPULAN DAN SARAN


A.    Kesimpulan
  1. Penanganan larva udang windu di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan yaitu, mulai dari stadia Nauplius, Zoea, Mysis dan Postlarva meliputi tahapan-tahapan yaitu: persiapan awal, penyedotan air laut, proses filterisasi dan treatmen air laut, pengaturan kualitas air.
  2. Kebutuhan akan pakan harus tersedia setiap waktu, baik pakan alami maupun pakan buatan sesuai komposisi dan dosis yang sesuai untuk larva udang windu.
  3. Dalam penanganan penyakit pada proses produksi, tindakan pencegahan merupakan suatu tindakan yang diutamakan untuk menjaga agar larva yang dihasilkan tidak terserang penyakit.
  4. Pengamatan akan parameter kualitas air sangat mempengaruhi terhadap perkembangan larva udang windu.
  5. Dari hasil perhitungan SR yang telah dilakukan, pada bak penampungan larva pertama mengalami penyusutan lebih dari 50%.

B.     Saran
  1. Hendaknya dilakukan perhitungan larva pada setiap stadia, sebagai data untuk mengukur tingkat kelangsungan hidup larva udang windu didalam bak.
  2. Perlunya penambahan dan perbaikan sarana dan prasarana pembenihan agar tidak mengganggu atau menghambat kegiatan pembenihan.
  3. Pemberian pakan dan obat-obatan harus benar-benar disesuaikan, serta penebaran pakan dan obat-obatan tersebut secara merata.
  4. Kerja sama team yang kompak antara karyawan dan tekhnisi merupakan factor penunjang keberhasilan suatu unit pembenihan.