I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benih
adalah salah satu sarana vital dalam pengembangan sistem usaha
perikanan budidaya. Sistem pengadaan, distribusi maupum mutu benih
seringkali dituduh sebagai penyebab utama kegagalan usaha budidaya. Adanya
ketersediaan induk dan benih udang yang semakin menipis di alam bebas
menyebabkan semakin menurunnya produksi udang hasil tangkapan, sehingga
produksi udang hasil budidaya perlu ditingkatkan.
Telah
disadari bahwa peningkatan produksi udang melalui budidaya tersebut
hanya mungkin dapat dicapai bila suplay faktor-faktor produksi,
khususnya benih udang dapat terjamin sepenuhnya. Pengembangan
teknik-teknik pembenihan udang harus terus dilakukan untuk menunjang
kegiatan budidaya atau pembesaran udang ini. Diantara jenis-jenis
komoditas udang laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah
udang windu (Penaeus monodon Fab). Udang windu ini telah
memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pendapatan devisa Negara,
khususnya pada sektor perikanan melalui kegiatan ekspor produk udang
ke luar negeri.
Untuk menunjang usaha budidaya, yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan balai-balai pembenihan (hatchery)
udang windu.Keberhasilan usaha pembenihan udang windu merupakan
langkah awal dalam sistem mata rantai budidaya. Keberhasilan pembenihan
tersebut pada akhirnya akan mendukung usaha penyediaan benih udang
windu yang berkualitas.
Produksi dapat menguntungkan dari suatu budidaya
perikanan, salah satunya budidaya udang windu sangat sulit dikembangkan
dengan baik, karena berbagai faktor dan kegagalan dalam pembenihan
udang windu, disebabkan beberapa faktor salah satu diantaranya adalah
rendahnya kualitas telur induk udang windu atau nauplius. Kualitas telur
atau nauplius berhubungan dengan angka kematian atau pertumbuhan
larva.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari Kegiatan Praktek Kerja Lapangan di UPTD.Balai Benih Sentral Air Payau Dan Air Laut Manggar Balikpapan ini adalah untuk mengetahui :
1. Mengetahui teknik penanganan larva udang windu.
2. Mengetahui cara, jenis dan dosis pemberian pakan pada larva udang windu.
3. Mengetahui penanganan kualitas air serta pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit pada larva udang windu.
Adapun manfaat dari praktek kerja lapang (PKL) ini adalah :
1. Menambah pengalaman PKL di lapangan.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan melalui penerapan teori dan praktek lapangan dalam penanganan larva udang windu.
3. Menjadi
bahan bacaan dan informasi dalam tekhnik penanganan larva udang windu
bagi kalangan akademisi dan masyarakat pada umumnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Udang Windu
Udang windu (Penaeus monodon Fab)
dalam bahasa daerah udang ini dinamakan sebagai udang ekspor, udang
pacet, udang bago, udang lotong, udang liling, udang baratan, udang
palapas, udang tapus dan udang wewedi. Namum dipasaran atau dalam dunia
perdagangan udang ini biasa dikenal dengan nama “ Tiger Prawn” atau
terkadang juga dikenal dengan nama “ Jumbo Tiger Prawn”. Udang windu
dewasa yang hidup di laut biasa berwarna merah cerah kekuning-kuningan
dengan sabuk-sabuk melintang dibadannya. Kaki renang berwarna merah agak
pucat pada udang muda dan pada udang dewasa berwarna merah cerah.
Udang windu memiliki kulit yang keras dan terdapat titik-titik hijau
ditubuhnya.
Udang windu biasanya hidup di perairan pantai yang berlumpur
atau berpasir. Udang ini banyak terdapat diperairan laut antara Afrika
Selatan dan Jepang, dan juga ada di antara Pakistan Barat sampai
Australia bagian utara.
Apabila
ditinjau dari daya tahannya terhadap pengaruh lingkungan, udang windu
ini juga salah satu udang yang paling unggul, walaupun menempati posisi
ke dua setelah udang werus. Dengan daya tahan tubuhnya yang tinggi
terhadap pengaruh lingkungan memungkinkan kita untuk memlihara udang
windu ini dalam waktu yang cukup (5-6 bulan) untuk dapat mencapai ukuran
yang besar (King Size)yaitu antara 80 - 100 gram/ekor.
Disamping daya tahan yang tinggi pada saat pemeliharaan, benih udang
windu juga cukup tahan selama dalam penampungan dan pengangkutan.
Udang
windu bersifat noktural yaitu binatang yang aktif mencari makan pada
malam hari. Dan pada siang hari udang windu ini biasanya lebih suka
menempel pada suatu benda atau membenamkan tubuhnya pada lumpur
disekitar tambak. Sedangkan sifat lain dari udang windu adalah sifat
kanibal, yaitu suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat kanibal ini
biasanya mucul pada udang-udang yang sehat dan tidak sedang dalam
keadaan molting atau ganti kulit dan sifat kanibal ini akan sangat
nampak apabila udang kekurangan pakan. Sedangkan mangsanya bisanya udang
yang pada saat itu sedang ganti kulit. Sifat kanibal pada udang
biasanya muncul pada saat masih pada tingkatan mysis.
Gambar 1. Daur hidup udang windu (Penaeus Monodon Fab.)
B. Klasifikasi Udang Windu
Klasifikasi Udang Windu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Family : Panaeidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus monodon Fabricus
C. Morfologi Udang Windu
Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (Penaeus monodon Fab.) terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada (kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang terdapat ekor di bagian belakangnya. Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen).
Kepala-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan
dadanya 8 ruas, Sedangkan bagian perut terdiri atas segmen dan 1 telson.
Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula.
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang kepala (karapas) yang ujungnya meruncing disebut rostrum.
Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungan-sambungan antara
dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk
bergerak. Penaeus monodon memiliki
karakteristik kultur yang unggul. Berat udang ini dapat bertambah
lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100
udang/m²). Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat
tersebut, Penaeus monodon tumbuh dengan lambat yaitu sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat dari pada udang jantan.
Penaeus monodon memiliki
toleransi salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan
tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah. Rasa udang dapat
dipengaruhi oleh tingkat asam amino bebas yang tinggi dalam ototnya
sehingga menghasilkan rasa lebih manis. Selama proses post-panen, hanya
air dengan salinitas tinggi yang dipakai untuk mempertahankan rasa
manis alami udang tersebut. Temperatur juga memiliki pengaruh yang
besar pada pertumbuhan udang. Penaeus monodon akan mati jika berada dalam air dengan suhu dibawah 15oC atau diatas 33oC selama 24 jam atau lebih. Stres subletal dapat terjadi pada 15-22oC dan30-33oC. Temperatur yang cocok bagi pertumbuhan Penaeus monodon adalah 23-30oC.
Pengaruh temperatur pada pertumbuhan udang windu spesifitas tahap dan
ukuran. Udang muda dapat tumbuh dengan baik dalam air dengan temperatur
hangat, tapi semakin besar udang tersebut, maka temperatur optimum air
akan menurun.
Di
bagian kepala sampai dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang
berpasang-pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang adalah sungut
kecil (antennula), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat-alat pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Di bagian perut terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus).
Alat
kelamin jantan disebut petasma yang terdapat pada pangkal periopoda
kelima, sedangkan alat kelamin betina disebut thelicum yang terdapat
pada pangkal periopoda ketiga.
|
Add caption |
|
Gambar 2. Morfologi udang windu (Penaeus monodon)
Keterangan gambar:
1. Cangkang kepala; 2. Cucuk kepala; 3. Mata; 4. Sungut kecil
(antennules); 5. Kepet kepala (sisik sungut); 6. Sungut; 7. Alat-alat
pembantu rahang (maxilliped); 8. Kaki jalan (pereiopoda, 5 pasang); 9.
Kaki renang (pleopoda , 5 pasang); 10. Ekor kipas (uropoda); 11. Ujung
ekor (telson).
D. Perkembangan dan Pertumbuhan Larva Udang Windu
Dalam
perkembangan dan pertumbuhannya, larva udang windu mengalami beberapa
perubahan bentuk dan pergantian kulit. Secara umum pergantian kulit
larva dimulai dari menetas sampai menjadi postlarva (PL) yang siap untuk
ditebar dalam tambak. Ada empat fase larva udang windu yang perlu
diketahui yaitu : Fase Nauplius, Zoea, Mysis dan postlarva.
Setelah telur menetas, larva udang windu mengalami perubahan bentuk beberapa kali seperti berikut ini.
1. Periodenauplius
atau periode pertama larva udang. Periode ini dijalani selama 46-50
jam dan larva mengalami enam kali pergantian kulit.
2. PeriodeZ
oea atau periode kedua. Periode ini memerlukan waktu sekitar 96-120
jam dan pada saat itu larva mengalami tiga kali pergantian kulit.
3. Periodem
ysis atau periode ketiga. Periode ini memerlukan waktu 96-120 jam dan
larva mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali.
4. Periode
post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub-stadium
post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang
lebih menyukai perairan payau dengan salinitas 25-35 ppt.
5. Periode juvenil atau periode kelima. Juvenil merupakan udang muda yang
menyukai perairan dengan salinitas 20-25 ppt.
6. Periode
udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode juvenil hingga
udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang gonad,
udang dewasa akan kembali ke laut dalam untuk melakukan pemijahan. Udang
dewasa menyukai perairan payau dengan salinitas 15-20 ppt.
Gambar 3. Perkembangan stadia larva udang windu.
III. METODELOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktek
Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan selama 30 hari terhitung mulai
tanggal 20 Maret 2010 sampai dengan 01 Desember 2010. Adapun tempat
kegiatan ini berlangsung di UPTD.Balai Benih Sentral Air Payau Dan Air Laut Manggar Balikpapan Dinas Kelautan Dan Perikanan Prov.Kaltim.
B. Prosedur Kerja
Adapun prosedur Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang saya rencanakan yaitu :
1. Mengikuti seluruh kegiatan yang ada di UPTD BB.SAPAL Manggar Balikpapan.
2. Mencatat,
mengamati, serta mendokumentasikan semua kegiatan penanganan larva
udang windu, mulai dari stadia zoea, mysis dan post larva.
3. Wawancara dengan teknisi setempat.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Ember
b. Gayung
c. Seser (tangguk)
d. Gelas ukur (bekker)
e. Kantong plastic
f. Tabung oksigen
g. Alat pengukur kualitas air
h. Instalasi aerasi
i. Instalasi saluran air
2. Bahan
a. Air laut
b. Air tawar
c. Induk udang windu
d. Pakan, Vitamin dan obat2an
e. Bahan-bahan pengukur kualitas air
Gambar 4. Alat dan bahan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Lokasi Pembenihan Udang Windu
Keadaan Lokasi pembenihan udang windu di UPTD.BB.SAPAL Manggar, yang terletak di daerah
Balikpapan adalah sebagai berikut:
1. Lokasinya tersebut berada di dekat pinggiran pantai.
2. Pinggiran pantai tidak terdapat pohon mangrove dan pohon kelapa dekat dengan laut.
3. Mudah dijangkau oleh transportasi darat atau laut.
4. Jauh dari lokasi pertambangan dan pabrik tapi dekat dengan beberapa perusahaan.
5. Tidak berada dekat dengan sungai atau limbah penduduk.
6. Tidak jauh dari tempat pemasaran larva dari daerah pertambakan.
Adapun fasilitas-fasilitas yang ada pada UPTD.BB.SAPAL.Manggar adalah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Fasilitas yang ada di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan
Fasilitas
|
Jumlah
|
Ukuran
|
Bak Induk
|
4 Bak
|
13 m3
|
Bak Larva
|
27 Bak
|
26,3 m3
|
Bak Plankton
|
6 Bak
|
12,8 m3
|
Bak Tandon Air Laut
|
2 Bak
|
62 m3
|
Bak Filterisasi (Tower)
|
2 Bak
|
21,5 m3
|
Bak Treatmen
|
2 Bak
|
33,7 m3
|
Mesin Pompa Listrik
|
3 unit
|
_
|
Mesin Pompa Diesel
|
2 unit
|
_
|
Mesin Blower
|
1 unit
|
_
|
Mesin Genset
|
1 unit
|
_
|
B. Persiapan Awal
Sebelum
melakukan proses pembenihan atau pembelian induk udang windu, terlebih
dahulu segala sarana pembenihan yang akan digunakan harus dipersiapkan
seperti :
a. Pembersihan Bak
Langkah
awal yang harus dilakukan sebelum memulai suatu produksi adalah
membersihkan atau mencuci semua bak yang telah di gunakan pada produksi
sebelumnya, Adapun bak-bak yang harus di persiapkan dan dibersihkan
terlebih dahulu adalah sebagai berikut :
· Bak tandon air laut
· Bak pemeliharaan larva
· Bak penampungan induk
Bak
harus dibersihkan dari segala kotoran baik bakteri atau jamur yang
masih melekat pada bak, bak harus dibersihkan dengan menggunakan
detergen dan kaporit, bahan-bahan organic seperti amoniak yang masih
tersisa akan mengganggu kehidupan dan biasa mematikan larva, selain itu
mikro organisme (jasad-jasad renik) yang masih menempel yang belum mati
akan menimbulkan suatu penyakit. Oleh karena itu pembersihan media
pembenihan harus terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
b. Penyedotan Air Laut
Penyedotan
atau pemompaan air laut dilakukan pada saat air laut pasang, pompa
penyedotan air laut di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan dengan menggunakan sumber
tenaga mesin diesel, serta pipa paralon yang berdiameter 4 inch
sepanjang ± 600 m, dan pada ujung pipa
paralon tersebut di beri kurungan kotak yang terbuat dari papan serta
dilapisi saringan halus, guna untuk menyaring kotoran secara langsung
dari laut. Hasil dari proses penyedotan air laut tersebut ditampung pada
bak tandon air laut dan diaerasi ± 12 jam.
c. Proses Filterisasi Air Laut
Air laut yang telah di tampung ke bak tandon selama ±
24 jam, kemudian dipompa ke bak filter guna air laut tersebut bebas
dari bibit ikan dan jasad renik yang masih ada didalam air laut yang
ditampung di bak tandon.
Di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan dilakukan 2x proses filterisasi. Pada setiap
bak filter terdapat 4 buah sekat untuk proses penyaringan air laut,
Bahan yang digunakan pada setiap sekatnya untuk penyaringan air laut
dari tandon adalah:
· Papan
Papan
terletak pada bagian paling bawah, berfungsi sebagai penyangga
bahan-bahan filterisasi yang lain. Papan ini memiliki ketebalan 6 cm dan
diberi lobang-lobang kecil sebagai tempat keluar masuknya air pada
saat proses filterisasi.
· Saringan halus
Saringan halus ini digunakan sebagai pemisah antara bahan filterisasi yang satu dengan yang lainnya
· Pasir (Sand Filter)
Pasir adalah lapisan teratas yang digunakan untuk bahan dari proses filterisasi. Ketebalan dari pasir ini adalah 12 cm.
· Arang
Arang
berfungsi untuk mengikat kandungan logam berat dalam air. Pada proses
filterisasi Arang diletakkan di bawah pasir setelah dipisahkan oleh
saringan halus. Ketebalan dari arang ini adalah 12 cm.
Hasil akhir dari proses filterisasi tersebut di tamping pada suatu bak yang dinamakan dengan bak treatmen.
Gambar 5. Bak Filterisasi ( Tower ).
d. Proses Treatmen
Sebelum
digunakan untuk beroprasi, media air laut hasil dari proses
filterisasi perlu di treatmen atau dinetralkan terlebih dahulu. Di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan terdapat 2 bak yang khusus digunakan untuk proses
treatmen air laut sebelum digunakan ke media bak larva. Proses treatmen
menggunakan kaporit 15-30 ppm. Tujan dari pemberian kaporit ini adalah
untuk membunuh kuman atau mikro organism yang berbahaya serta untuk
menjernihkan air laut. Jumlah pemberian kaporit ini adalah 500 gram per
33,7 ton air laut. Setelah pemberian kaporit tersebut, air diaerasi
selama 24 jam kemudian dinetralkan menggunakan tiosulfat 1/5 dari jumlah
kaporit yang diberikan, Lalu air laut tersebut dites dengan chlorine
tes, Untuk mengetahui apakah air tersebut sudah benar-benar netral dari
kaporit. Cara untuk menggunakan chlorine tes ini adalah dengan cara
pengambilan sampel air yang akan di tes sebanyak 10-15 ml, lalu teteskan
chlorine tes sebanyak 1-2 tetes. Apabila air sampel tersebut bening
maka air tersebut siap dipakai, namun apabila air tersebut berwarna
kuning kemerah merahan maka air harus ditambahkan thiosulfat lagi
secukupnya sampai air tersebut netral. satu jam kemudian dari proses
tersebut air diendapkan dengan EDTA 10 ppm dengan tujuan untuk mengikat
logam berat. Setelah proses tersebut air laut siap ditampung pada bak
larva atau bak induk.
C. Penanganan Induk, Telur dan Nauplius
Untuk kualitas induk udang windu yang
terbaik adalah induk udang windu yang ditangkap di laut, selain dapat
dihandalkan produktivitasnya, kualitas benur yang dihasilkan juga sangat
prima. Begitu pula Induk udang windu di CV. Windu Amal Mandiri adalah
induk dari alam yang telah matang telur atau MT 2 dan MT 3 yang
diperoleh dari para nelayan secara langsung. Induk yang tiba dilokasi
diseleksi satu per satu untuk mengetahui tingkat kematangan gonadnya.
Induk tersebut tidak lagi memerlukan induk jantan untuk melakukan proses
perkawinan, karena telah di lakukan di alam sebelumnya. Untuk
mengetahui induk yang telah matang telur dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini :
Tabel 2. Tingkat kematangan gonad Induk udang windu
TKG
|
Bentuk
|
Tingkat I
|
Ovari terlihat masih kecil
|
|
Tingkat II
|
Garis ovari sudah mulai nampak menebal dan nampak jelas.
|
|
Tingkat III
|
Ovari semakin menebal dan samping kiri dan kanan terbentuk seperti bulan sabit.
|
|
Tingkat IV
|
Warna transparan menandakan ovari sudah kosong (telur sudah lepas)
|
|
Sebelum
dimasukkan kedalam bak induk untuk proses penetasan, induk udang windu
yang telah diseleksi tersebut di tampung pada bak fiber guna untuk
proses adaptasi selama ± 8 jam. Setelah itu induk
udang windu dipindahkan kedalam bak penetasan induk, Setelah ± 12 jam
Induk udang windu di angkat dari bak penetasan satu per satu karena
induk tersebut telah mengalami penetasan.
Telur
hasil dari penetasan induk udang windu tersebut di diamkan ± 12 jam,
selama proses ini dilakukan pengadukan telur setiap 1 jam, agar
telur-telur yang mengendap di dasar bak dapat mengapung di permukaan air
dan membantu perangsangan dalam penetasan telur. Setelah telur menetas
dilakukan pemanenan pada stadia naupli 4-5, pemanenan menggunakan
kelambu panen berukuran 200 mikron.
Hasil
dari pemanenan nauplius tersebut dikumpulkan pada suatu wadah dengan
volume air 50 liter, kemudian dilakukan perhitungan guna untuk proses
pembagian naupli yang merata ke bak-bak penampungan larva. Pengmbilan
sampel pada wadah penampungan hasil panen naupli tersebut dengan
menggunakan pipet sebanyak 10 cc ( 0,01 Liter) pada setiap wadahnya,
Perhitungan menggunakan rumus :
Jumlah Naupli = Volume air . Jumlah naupli sampel
Volume sampel
Untuk lebih jelasnya lagi Hasil perhitungan naupli yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 3. Perhitungan jumlah nauplius.
No. Bak Induk
|
Volume air dalam Bak (Liter)
|
Volume Gelas Sampel
(Liter)
|
Jumlah pengambilan Sampel Naupli dalam pipet
|
Jumlah Keseluruhan Naupli dalam Bak
|
Keterangan
|
1
|
50
|
0,01
|
2625
|
13125000
|
Dibagi menjadi 6 bak
|
2
|
50
|
0,01
|
3564
|
17820000
|
Dibagi menjadi 8 bak
|
3
|
50
|
0,01
|
2554
|
12770000
|
Dibagi menjadi 6 bak
|
4
|
50
|
0,01
|
2134
|
10670000
|
Dibagi menjadi 5 bak
|
D. Pemeliharaan Larva Udang Windu
1. Persiapan Bak Larva
Persiapan
wadah pemeliharaan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting
dalam usaha pembenihan udang windu. Bak yang akan digunakan untuk
kegiatan pembenihan di keringkan terlebih dahulu selama beberapa hari
baru kemudian di bersihkan untuk membuang kotoran serta lumut yang
menempel pada bak, serta di lakukan juga sterilisasi untuk membuang
kandungan asam yang terlalu tinggi karena bak yang telah lama tidak
beropersi. Kegiatan sterilisasi dilakukan dengan menggunakan kaporit
dengan dosis 500 - 100 ppm, yang telah dilarutkan ke dalam ± 15 liter
air lalu disiramkan secara merata ke dinding-dinding atau dasar bak.
Untuk menghilangkan kotoran serta lumut yang menempel pada dinding bak
dilakukan dengan cara menggosok dinding bak dengan menggunakan sikat,
setelah itu disiram dengan air tawar dan kemudian bak dikeringkan selama
± 2 – 3 hari.
Setalah
dibersihkan dan dilakukan sterilisasi, selanjutnya dipasang peralatan
pendukung seperti heater, jaringan aerasi (pipa, selang, dan batu
aerasi), dan terpal untuk menutup bagian atas bak pemeliharaan nauplius.
Pengisian air dilakukan setelah bak telah bersih dan semua peralatan
pendukung terpasang. Pengisian air dilakukan sampai ketinggian mencapai
70 – 80 cm, yang sebelumnya air laut tersebut telah disaring terlebih
dahulu dengan menggunakan kain satin (filter back) yang di ikatkan pada
ujung pipa pemasukan air.
2. Pengolahan Kualitas Air
Pemantauan
kualitas air seperti suhu dan salinitas dilakukan tiap pagi (jam
08.00)dan sore hari (jam 16.00). Pengukuran suhu dilakukan dengan
menggunakan thermometer yang diletakan didalam air dibak, sedangkan
pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer yang
harus dikalibrasi atau dibersihkan dengan aquades sampai menunjukan
angka 0ppt.
Pengukuran dilakukan dengan meneteskan 1-2 tetes
air bak yang akan di ukur, kemudian tutup kembali dengan penutupnya dan
terakhir refraktometer dihadapkan kearah datangnya cahaya untuk dapat
melihat hasilnya (angka salinitas ditunjukan oleh garis pembatas warna
biru).
Pada awal tebar suhu pada air pemeliharaan adalah 29-31 oC, setelah benih udang mencapai stadia zoea suhu air dinaikan yaitu 30-33 oC, karena suhu < 29 oC
napsu makan menjadi menurun atau proses metabolisme rendah. Untuk
mempertahankan suhu pada air media digunakan Heater 100 watt dan bak
ditutup dengan menggunakan terpal untuk menjaga suhu agar tetap stabil
dan untuk mencegah masuknya air hujan yang asam, serta menjaga
fitoplankton agar tidak blooming. Penutup/terpal dibuka setengahnya pada
pagi hari jam 07.00-10.00 agar sinar matahari dapat masuk. Untuk
menjaga salinitas agar tetap stabil pergantian air harus dilakukan
secara teratur dan kondisi salinitas tetap dipertahankan pada kisaran
25-29 ppt. Penyiponan dilakukan apabila pada dasar bak banyak terdapat
kotoran yang biasanya disebabkan oleh endapan sisa pakan. Penyiponan
dilakukan dengan menggunakan selang dan dilakukan secara berlahan-lahan
agar kotoran tidak teraduk ke atas.
Berikut adalah table hasil pengukuran suhu, salinitas dan pH di CV. Windu Amal Mandiri.
Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air.
Tempat (Bak)
|
Pagi (08.00)
|
Sore (16.00)
|
|
|
pH
|
Salinitas
|
Suhu
|
pH
|
Salinitas
|
Suhu
|
Air Laut
|
8,1
|
27
|
_
|
7,80
|
27
|
_
|
Bak Tandon
|
8,2
|
27
|
_
|
7,92
|
27
|
_
|
Bak Tower
|
7,92
|
28
|
_
|
7,98
|
29
|
_
|
|
Bak Treatmen
|
8,05
|
28
|
28-30oC
|
8,01
|
29
|
28-30oC
|
|
Bak Zoea
|
7,87
|
28
|
29-31 oC
|
7,97
|
29
|
29-31 oC
|
|
Bak Mysis
|
7,91
|
29
|
30-33 oC
|
8,0
|
28
|
30-33 oC
|
|
Postlarva
|
8,01
|
30
|
29-31 oC
|
7,05
|
29
|
29-31 oC
|
|
3. Pemberian Pakan
Setiap
tekhnisi memiliki cara yang berbeda beda dalam mengatur waktu
pemberian pakan larva udang windu. Berikut adalah jadwal pemberian
pakan yang dilakukan di UPTD.BB.SAPAL Manggar :
Tabel 5. Jadwal pemberian Pakan
Pakan Buatan
|
Pakan Alami
|
Obat – Obatan (Antibiotik)
|
06.00
|
09.00
|
09.00
|
12.00
|
15.00
|
_
|
18.00
|
20.00
|
_
|
22.00
|
24.00
|
_
|
02.00
|
_
|
_
|
Pada stadia awal larva udang windu yaitu stadia nauplius, tidak diberi
pakan karena pada stadia ini larva masih memiliki kuning telur yang
melekat pada tubuhnya sebagai pakan. Pada saat stadia zoea, mysis dan
postlarva, larva diberi pakan tambahan yaitu pakan alami dan pakan
buatan. Berikut disajikan dalam bentuk table jenis, dosis pemberian
pakan larva udang windu di hatchery UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan.
Gambar 6. Pemberian pakan larva udang windu.
Tabel 6. Komposisi pakan alami dan pakan buatan
Stadia
|
Jenis Pakan
|
Pakan Buatan
|
Dosis (Konsentrasi)
|
Pakan Alami
|
Dosis (Konsentrasi)
|
Nauplius
|
_
|
_
|
_
|
_
|
Zoea 1
|
· Frippak #1 Car
· Seastar Spirulina
|
½ ppm
|
Skeletonema
costatum
|
½ kantong
|
Zoea 2 – Zoea 3
|
· Rotemia
· P. Japonicus no.0
· Micromac 30
|
1 ppm
|
Skeletonema
costatum
|
1 kantong
|
Mysis 1 – Mysis 3
|
· Rotemia
· P. Japonicus no.0
· Micromac 30
· CD 2
|
1-2 ppm
|
Skeletonema
costatum
|
½ kantong
|
PL 1 – PL jual
|
· Frippak PL
· Micromac 70
· Rotofier
· P. Japonicus no.1
|
1-2 ppm
|
Artemia
|
1 liter
|
Pada masa stadia Zoea – Mysis pemberian pakan alami berupa (Skeletonema Costatum) dan
pada stadia postlarva pemberian pakan alami diganti dengan artemia.
Pemberian pakan alami dan buatan ini dilakukan dengan cara penebaran
secara merata kedalam bak larva agar tidak terjadi kompetisi dalam
mendapatkan pakan. Syarat yang mutlak untuk terpenuhinya pakan yang baik
adalah penebaran secara merata, dalam arti dapat diusahakan agar satu
individu udang memperoleh bagian pakan yang sama dengan individu
lainnya, sehingga diharapkan dengan pemberian pakan merata
pertumbuhannya akan seragam.
Untuk
pemberian pakan buatan terlebih dahulu ditakar sesuai dengan kebutuhan
larva, kemudian dimasukkan pada kantong pakan yang sesuai ukuran lalu
diikat, setelah itu pakan buatan dilarutkan kedalam air yang berisikan ±
5 liter air dengan cara digosok-gosokkan kedalam air tersebut agar
benar-benar larut dan mudah dicerna oleh larva.
4. Perlakuan Pada Larva Udang Windu
Perlkuan setiap stadia larva udang windu di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan dapat dilihat pada table 7 berikut :
Tabel 7. Perlakuan setiap stadia larva udang windu
Stadia
|
Volume bak
|
Ketinggian air dalam bak (Cm)
|
Pemindahan larva ke bak
baru/pemeliharaan
|
Penutupan bak (Terpal)
|
Nauplius
|
I
|
13 m3
|
140
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
II
|
140
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
III
|
140
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
IV
|
140
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
V
|
26,3 m3
|
90
|
Dilakukan/Panen
|
Tertutup
|
VI
|
90
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
Zoea
|
I
|
90
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
II
|
90
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
III
|
90
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
Mysis
|
I
|
100
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
II
|
100
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
III
|
100
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
PL
|
I-IV
|
120
|
Tidak dilakukan
|
Tertutup
|
V-Panen
|
26,3 m3
|
120
|
Dilakukan pada saat PL5
|
Terbuka
|
Pada stadia larva PL5 dilakukan
pemindahan larva ke bak penampungan baru dengan cara melakukan
pemanenan. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan perhitungan
SR, larva mengalami penyusutan lebih dari 50%. Selain itu proses
pemanenan juga bertujuan untuk memperbaiki kualitas air di dalam bak
pemeliharaan larva, dimana pada bak sebelumnya terdapat banyak kotoran
dan sisa-sisa makanan yang mengendap didasar bak. Hasil dari proses
pemanenan larva PL5 dipindahkan ke bak penampungan larva yang baru sampai PLjual.
Untuk penutupan bak dilakukan dengan menggunakan terpal. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kestabilan suhu yang ada didalam bak.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pencegahan
penyakit juga dilakukan pada larva udang windu dengan cara memberikan
obat-obatan, pemberian anti biotic ini bertujuan untuk mebunuh
virus/bakteri yang ada pada bak pemeliharaan larva. Untuk lebih jelasnya
pemberian obat-obatan di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan berikut disajikan
dalam bentuk tabel.
Tabel 8. Jenis dan Dosis pemberian obat-obatan
Stadia
|
Antibiotik
|
Konsentrasi
|
Nauplius 6
|
Elbazine
|
1 ppm
|
Zoea 1
|
OTC
|
2 ppm
|
Mysis 1
|
OTC
|
2 ppm
|
Mysis 3
|
Erytromycne
|
1 ppm
|
PL 3
|
Erytromycne, Treflan
|
1 ppm
|
Untuk
jadwal pemberian obat-obatan ini tidak ditentukan secara pasti, karena
melihat kondisi dari larva udang windu tersebut. Apabila kondisi larva
udang windu baik, maka tidak perlu diberikan obat-obatan.
E. Perhitungan SR (Kelangsungan Hidup Hewan Uji) Setiap Stadia.
Kelangsungan
hidup larva udang windu di CV. Windu Amal mandiri diamati setiap hari
selama kurang lebih satu bulan. Perhitungan SR menggunakan rumus :
SR (%) = Nt / No x 100
Dimana:
SR = Kelangsungan Hidup hewan uji.
Nt = Jumlah yang hidup sampai akhir penelitian.
No = Jumlah yang hidup awal penelitian.
Metode pengambilan sampel dan perhitungan larva udang windu pada setiap stadia awal dan stadia akhir sebagai berikut :
1. Stadia Zoea dihitung mulai dari stadia awal yaitu Zoea 1 dan akhir dari stadia Zoea
3 dengan cara pengambilan sampel disetiap sudut bak larva sebanyak
empat kali dengan menggunakan gelas ukur ( baker) sebanyak 500 cc.
Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 16.00 dan menutup kran aerasi
sebelum pengambilan sampel dilakukan.
2. Stadia Mysis dihitung mulai dari stadia awal yaitu Mysis 1`dan akhir stadia Mysis 3.
dengan cara pengambilan sampel disetiap sudut bak larva sebanyak empat
kali dengan menggunakan gelas ukur ( baker) sebanyak 500 cc.
Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 16.00 dan menutup kran aerasi
sebelum pengambilan sampel dilakukan.
3. Stadia
Post Larva dihitung empat kali pada bak yang berbeda. mulai dari
stadia awal (PL 1) dan PL 5. Dan dilakukan perhitungan untuk stadia PL 6
dan PL panen di bak yang baru setelah proses pemindahan, cara
perhitungan sama dengan cara sebelumnya yaitu dengan cara pengambilan
sampel disetiap sudut bak larva sebanyak empat kali dengan menggunakan
gelas ukur ( baker) sebanyak 500 cc. Pengambilan sampel dilakukan pada
pukul 16.00 dan menutup kran aerasi sebelum pengambilan sampel
dilakukan.
4. Perhitungan setiap stadia menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah Larva = Volume air . Jumlah Larva sampel
Volume sampel
Gambar 7. Pengambilan sampel larva udang windu.
Untuk lebih jelasnya Berikut adalah table hasil perhitungan larva udang windu yang telah dilakukan di UPTD.BB.SAPAL Mangar Balikpapan :
Tabel 9. Hasil perhitungan awal dan akhir stadia larva udang windu.
Stadia
|
No. Bak
|
Volume air dalam Bak (Liter)
|
Volume Gelas Sampel
(Liter)
|
Jumlah Larva dalam Gelas (ekor)
|
Jumlah Larva dalam Bak (ekor)
|
Rata-rata Jumlah Larva Keseluruhan
|
Zoea 1
|
1 A
|
14787
|
0,5
|
81
|
2395494
|
2011037
|
1 A
|
14787
|
0,5
|
68
|
2011032
|
1 A
|
14787
|
0,5
|
53
|
1567442
|
1 A
|
14787
|
0,5
|
70
|
2070180
|
Zoea 3
|
1 A
|
14787
|
0,5
|
48
|
1419552
|
1360404
|
1 A
|
14787
|
0,5
|
56
|
1656144
|
1 A
|
14787
|
0,5
|
33
|
975942
|
1 A
|
14787
|
0,5
|
47
|
1389978
|
Mysis 1
|
1 A
|
16430
|
0,5
|
30
|
985800
|
1067950
|
1 A
|
16430
|
0,5
|
37
|
1215820
|
1 A
|
16430
|
0,5
|
41
|
1347260
|
1 A
|
16430
|
0,5
|
22
|
722920
|
Mysis 3
|
1 A
|
16430
|
0,5
|
17
|
558620
|
763870
|
1 A
|
16430
|
0,5
|
25
|
821500
|
1 A
|
16430
|
0,5
|
31
|
1018660
|
1 A
|
16430
|
0,5
|
20
|
657200
|
PL 1
|
1 A
|
19716
|
0,5
|
13
|
512616
|
591480
|
1 A
|
19716
|
0,5
|
20
|
788640
|
1 A
|
19716
|
0,5
|
9
|
354888
|
1 A
|
19716
|
0,5
|
18
|
709776
|
PL 5
|
1 A
|
19716
|
0,5
|
21
|
828072
|
483042
|
1 A
|
19716
|
0,5
|
8
|
315456
|
1 A
|
19716
|
0,5
|
11
|
433752
|
1 A
|
19716
|
0,5
|
9
|
354888
|
PL 6
|
7 A
|
19716
|
0,5
|
34
|
1340688
|
1301256
|
7 A
|
19716
|
0,5
|
27
|
1064664
|
7 A
|
19716
|
0,5
|
41
|
1616712
|
7 A
|
19716
|
0,5
|
30
|
1182960
|
PL Jual
|
7 A
|
19716
|
0,5
|
25
|
985800
|
1025230
|
7 A
|
19716
|
0,5
|
30
|
1182960
|
7 A
|
19716
|
0,5
|
17
|
670344
|
7 A
|
19716
|
0,5
|
32
|
1261824
|
Hasil
perhitungan dari tabel 7 diatas adalah merupakan hasil dari
perhitungan pada bak no. 1A di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan. Untuk mengetahui
persentase kelangsungan hidup setiap stadia larva udang windu, mulai
dari stadia zoea, mysis, dan postlarva di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:
SR (%) = Nt / No x 100
Dimana:
SR = Kelangsungan Hidup hewan uji.
Nt = Jumlah yang hidup sampai akhir penelitian.
No = Jumlah yang hidup awal penelitian.
Perhitungan jumlah persentase setiap stadia dilakukan sebanyak 4 fase, dimana:
- Fase I adalah jumlah persentase antara stadia Nauplius 6 – Zoea 1
- Fase II adalah jumlah persentase antara stadia Zoea 3 – Mysis 1
- Fase III adalah jumlah persentase antara stadia Mysis 3 – PL1
- Fase IV adalah jumlah persentase antara stadia PL1 – PL6
dapat dilihat pada table 8 berikut:
Tabel 10. Perhitungan Kelangsungan Hidup Setiap Stadia Larva (SR)
Fase
|
Perhitungan akhir stadia Larva (Nt)
|
Perhitungan awal stadia Larva (No)
|
X
100
|
Hasil perhitungan kelangsungan hidup setiap stadia larva (SR)%
|
Fase I
N6 – Z1
|
2011037
|
2187500
|
100
|
91,9%
|
Fase II
Z3 – M1
|
1067950
|
1360404
|
100
|
78,5%
|
Fase III
M3 – PL1
|
591480
|
763870
|
100
|
77,4%
|
Fase IV
PL1 – PL5
|
483042
|
591480
|
100
|
81,6%
|
Untuk perhitungan SR pada bak no.1A di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan hanya dapat dilakukan sampai pada stadia PL5. Karena pada saat stadia PL5
tersebut akan dilakukan pemanenan untuk dipindahkan ke bak
pemeliharaan larva yang baru. Pemanenan larva udang windu pada stadia
PL5 tersebut dilakukan karena telah terjadi penyusutan larva
serta terdapat banyak pengendapan kotoran dan sisa-sisa makanan. Maka
dari itu larva harus dipindahkan ke bak pemeliharaan yang baru.
Pada bak pemeliharaan baru yang telah disiapkan, hasil dari pemanenan larva stadia PL5
pada setiap bak Digabungkan dan dibagi secara merata ke bak
penampungan yang baru tersebut. Perkiraan dari pembagian tersebut
adalah 2-3 bak dari hasil pemanenan digabungkan ke satu bak penampungan
yang baru.
Berikut adalah Tabel 8 Hasil perhitungan SR pada bak penampungan baru (Bak no. 7) di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan :
Tabel 11. Hasil perhitungan SR pada bak penampungan larva pertama dan kedua.
Stadia Larva
|
Perhitungan Akhir Stadia Larva
|
Perhitungan Awal Stadia Larva
|
X
100
|
SR %
|
Nauplius6-PL5
|
2187500
|
483042
|
100
|
22%
|
PL6 - PLJual
|
1025230
|
1301256
|
100
|
78,8%
|
- KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
- Penanganan
larva udang windu di UPTD.BB.SAPAL Manggar Balikpapan yaitu, mulai dari
stadia Nauplius, Zoea, Mysis dan Postlarva meliputi tahapan-tahapan
yaitu: persiapan awal, penyedotan air laut, proses filterisasi
dan treatmen air laut, pengaturan kualitas air.
- Kebutuhan
akan pakan harus tersedia setiap waktu, baik pakan alami maupun
pakan buatan sesuai komposisi dan dosis yang sesuai untuk larva
udang windu.
- Dalam
penanganan penyakit pada proses produksi, tindakan pencegahan
merupakan suatu tindakan yang diutamakan untuk menjaga agar larva
yang dihasilkan tidak terserang penyakit.
- Pengamatan akan parameter kualitas air sangat mempengaruhi terhadap perkembangan larva udang windu.
- Dari
hasil perhitungan SR yang telah dilakukan, pada bak penampungan
larva pertama mengalami penyusutan lebih dari 50%.
B. Saran
- Hendaknya
dilakukan perhitungan larva pada setiap stadia, sebagai data
untuk mengukur tingkat kelangsungan hidup larva udang windu
didalam bak.
- Perlunya
penambahan dan perbaikan sarana dan prasarana pembenihan agar
tidak mengganggu atau menghambat kegiatan pembenihan.
- Pemberian
pakan dan obat-obatan harus benar-benar disesuaikan, serta
penebaran pakan dan obat-obatan tersebut secara merata.
- Kerja
sama team yang kompak antara karyawan dan tekhnisi merupakan
factor penunjang keberhasilan suatu unit pembenihan.